9/14/2006

Value Innovator

Salam Marketer

Akhir-akhir ini seiring dengan kemunculan berbagai aplikasi teknologi internet yang kemudian memunculkan jargon baru new-economy membuat perubahan baru business landscape.

setiap perusahaan dan manajer seakan-akan terbius dengan jargon new economy dan kemudian mempertimbangkan untuk membawa perusahaannya memasuki dunia bisnis yang sekan-akan baru. permasalahannya adalah apakah strategi dan taktik untuk membawa perusahaan ke new economy hanya sekedar mengikuti trend atau ada alasan dibalik itu semua.

kalau kita melihat perkembangan yang ada dimana banyak perusahaan terlibat dalam new economy maka kemudian timbul pertanyaan apakah benar-benar terdapat differentiation yang ampuh untuk memperoleh market share di pasar?, kalau semua perusahaan kemudian terlibat dalam new economy dengan business model yang sama, so how can they grab the market share?

apakah perusahaan tersebut akan mengandalkan pada kualitas dan competitive advantage dengan tawaran value dan features yang sama. bukankah dalam konsep marketing, sebisa mungkin kita harus memberikan unique differentiation sehingga tidak mudah dibandingkan dengan pesaing dan menciptakan new rule of the game yang akhirnya membawa perusahaan tersebut stand out of the crowd.

hal ini telah diungkapkan oleh Kim dan Mauborgne dalam Harvard Business Review (Jan-Feb 1997) dengan judul Value Innovation: The Strategic Logic of High Growth. dari hasil pengamatan mereka ternyata perusahaan yang kurang sukses adalah perusahaan yang selalu mengambil strategi konvensional dengan mengganggap bahwa struktur industri itu sudah given sehingga tidak bisa diubah lagi. mau tidak mau perusahaan harus mengikuti struktur yang ada dan berusaha bersaing untuk terus menjadi lebih baik dan lebih baik dibandingkan dengan pesaing. yang terjadi adalah kemudian perusahaan akan bersaing dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh competitor mereka.

Sementara itu disisi lainnya, perusahaan yang berkinerja luar biasa adalah perusahaan yang justru memberikan perhatian kecil pada struktur industri yang ada yang sebelumnya sudah dibentuk oleh pesaingnya. yang dilakukan oleh perusahaan seperti ini adalah bagaimana membuat stuktur industri yang ada menjadi irrelevan dan pesaingnya menjadi tidak berarti.

kalau anda membaca tulisan saya sebelumnya mengenai The Premiere for The Haves dimana konsep menonton film baru yang ada dengan lebih menekankan pada entertainment dan emotional desire, maka itulah merupakan sebuah contoh yang baik dalam menciptakan new rule of the game tontonan tidak lagi dilihat sekedar seberapa empuk kursi yang ada, seberapa dingin ac yang ada, dan seberapa dashyat sound system dalam gedung tersebut. yang ditunjulkan sebagai unique differentiation justru soft element dari gedung bioskop tersebut seperti layanan VIP, jumlah penonton yang lebih sedikit.

sebelumnya kan tidak ada competitor yang berpikiran seperti itu karena semua penguasaha bioskop yang ada terjebak dengan kondisi industri yang ada dan mungkin lebih menekankan pada pricing and place strategy.

Dalam artikel tersebut, Kim dan Mauborgne juga memberikan contoh kondisi bioskop di Belgia yang justru sangat bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia. di Belgia, justru banyak pengusaha bioskop yang menawarkan tontonan eksklusif dengan harga mahal dan berbagai macam service VIP lainnya dan ternyata industri bioskop di Belgia akhirnya collapse juga alias bangkrut. Tetapi kemudian muncullah ide gila dari Kinepolis yang meluncurkan konsep mega-bioskop dengan gedung yang besar yang bisa menampung 700 orang ( dibandingkan bioskop di Belgia sebelumnya yang cuma bisa menampung 100 orang) dan juga dengan tempat duduk yang lapang sambil melonjorkan kaki anda. tawaran dari Kinepolis tersebut juga ditambahi dengan screen yang superbesar.

kalau kita melihat ide Kinepolis diatas, tentu akan muncul pertanyaan, bukankah itu sebuah set-back? bukankah customer menginginkan customized product dari pada produk massal seperti itu? kalau kita melihat dari sudut pandang industri yang ada, maka pandangan tersebut tidak salah, tetapi pihak Kinepolis mencoba menerapkan pemikiran terbalik dan menawarkan produk yang cenderung massal yang bisa menampung 700 orang. Karena Kinepolis tampil beda dan tidak ada yang menyamainya di industri bioskop di Belgia maka logikanya tidak bisa dibandingkan performancenya karena value yang diberikan ke konsumen berbeda dengan konsep value yang diberikan oleh pengusaha bioskop lainnya sehingga membuat keunggulan kompetitif dari pesaing itu menjadi tidak relevan (irrelevant)

kasus lainnya yang juga termasuk klasik adalah kasus stasisun berita CNN. sebelum munculnya CNN, stasiun TV di Amerika berlomba-lomba menayangkan berita pada jam prime time dengan format yang tidak jauh berbeda, mereka hanya berusaha mengemas berita tersebut dengan lebih menekankan pada kemampuan menganalisis suatu kejadian atau berita. Dan tiba-tiba muncullah CNN dengan konsep baru sebagai stasiun berita 24 jam yang menyajikan berita real-time langsung dari kejadian dengan memanfaatkan world-wide networks.

CNN menawarkan konsep dan nilai baru dari sebuah tontonan berita yang sangat berbeda atau bahkan sama sekali kelihatan aneh karena industri TV yang ada, struktur persaingannya tidak seperti itu. konsep seperti The Premiere, Kinepolis dan CNN merupakan konsep value innovation yang berusaha menciptakan new rule of the game

pada dasarnya ada 5 pertimbangan bagi perusahaan untuk menjadi value innovator sehingga selalu bisa keluar dari konsep persaingan industri yang terkesan given dan tanpa inovasi
1. Industry assumptions. Kalau ingin menjadi value innovator, maka perusahaan tidak boleh mengganggap struktur industri itu sudah tetap dan tidak bisa berubah lagi. perusahaan harus mencari konsep baru yang bukan berangkat atas dasar industri yang ada atau dengan kata lain, perusahaan harus menjadi seorang pelupa terhadap struktur industri yang ada dan memposisikan dirinya ibarat seorang pemain baru yang ingin mulai berbisnis dan mencari tahu apa yang belum ada daripada berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi di industri.
2. STrategic Focus. perusahaan yang menerapkan konsep konvensional cenderung ingin terus meningkatkan competitive advantagenya dengan menawarkan berbagai kualitaa yang lebih baik dan meningkatkan kualitas internal business process. sementara Value Innovator cenderung melakukan quantum-leap atau leap-frog strategy yang berusaha menemukan nilai lain dari suatu tawaran produknya yang melakukan lompatan signifikan dan cepat dibandingkan pemain lainnya pada suatu industri. quantum leap bisa dilakukan melalui produk, service dan juga delivery.
3.Customers. pemikiran konvensional lebih menekankan pada bagaimana menawarkan berbagai ragam produk yang di-customize terhadap selera sebagian kecil konsumen (customized-product offerings), tetapi value innovator malah mengambil stategi yang terbalik 180 derajat. value innovator akan cenderung menawarkan value pada komunitas massal dengan harapan menurunkan biaya dan memang akan ada konsekuensinya yaitu akan kehilangan sebagian konsumennya yang membutuhkan customization. sejauh perusahaan bisa mempertahankan differentiation-nya maka tetap akan ada pasar untuk digarap karena rata-rata perusahaan di Industri berjalan ke Utara sedangkan Value Innovator berjalan ke selatan
3. Asset dan Capabilities. Perusahaan konvensional akan berpikir bagaimana bisa memanfaatkan aset dan kapabilitas yang ada untuk meningkatkan bisnisnya atau memulai suatu bisnis yang baru. Yang ada dipikiran perusahaan konvensional adalah bagaimana agar aset mereka tidak terkesan usang dan terus bisa dimanfaatkan. sedangkan Value Innovator berusaha untuk menerapkan forgotten-strategy dengan melupakan apa yang dimiliki oleh perusahaan saat ini dengan tujuan untuk terhindar dari jebakan bahwa apa yang mereka miliki masih yang terbaik dan relevan untuk masa depan. Value Innovator akan melupakan kemampuan yang mereka miliki saat ini dan memposisikan dirinya seakan-akan seorang bayi yang baru lahir ke dunia ini dan ingin memulai sesuatu yang baru tanpa tergantung kepada apa yang dimiliki oleh kedua orang tuanya dan juga kehidupannya yang lalu.
5. Product and Service Offerings. Perusahaan konvensional hanya akan memikirkan produk dan jasa yang mereka jual saat ini dan bagaimana caranya agar produk dan jasa tersebut bisa dijual saat ini dan memaksimalkan nilai keuntungannya bagi perusahaan tanpa memikirkan apakah produk ini akan tetap bisa bertahan di masa yang akan datang karena perusahaan konvensional selalu berpikir bahwa produk mereka akan selalu superior sepanjang masa asal berkualitas. Value Innovator akan cenderung berpikir sebagai sebuah perusahaan yang menawarkan total-solution untuk komunitas massal meskipun strategi tersebut terkesan "aneh" karena tidak mengikuti kebiasaan industri yang ada dan bahkan bisa saja kehilangan beberapa konsumennya tetapi yang diunggulkan adalah uniquq differentiation yang tidak bisa ditiru meskipun terkesan aneh dan agak "mendahului jaman".

Value Innovator yang mempertimbangkan kelima hal diatas akhirnya akan menawarkan nilai yang sama sekali baru bagi konsumen. tawaran nilai baru tersebut akan menciptakan kurva nilai yang baru dalam suatu persaingan industri. Kalau kurva nilainya baru berarti perusahaan sudah bisa keluar dari kerumunan persaingan yang ada dan mencari ladang baru untuk bisa hidup sehingga ladangnya bisa aman tanpa harus gontok-gontokan dengan pesaing yang ada.

Bagaimana kalau ada pesaing lain yang juga mengikuti strategi perusahaan value innovator dengan memberikan nilai yang sama seperti yang ditawarkan oleh perusahaan value innovator tersebut? Jawabannya adalah perusahaan tersebut harus terus dan tetap terus menjadi Value Innovator, kalau ada yang mengikuti berarti perusahaan harus segera menemukan inovasi baru sehingga lagi-lagi bisa keluar dari persaingan yang ada.

What Do You Think Marketers?????


Salam Marketer