9/05/2006

Brand Identity vs Brand Image

Dalam diskusi atau perbicangan sehari-hari mengenai marketing,
seringkali kita menyebutkan "Merek X punya brand image bagus, Merek y
punya brand image jelek". dalam situasi lain kita juga sering
menjumpai kata-kata brand identity yang menyebutkan bahwa merek ini
punya brand identity-nya bagus dan merek lain brand identity nya
nggak jelas.

kedua istilah diatas, brand identity dan brand image sering kali
membingungkan kita. sebenarnya apa arti dibalik kedua istilah diatas?

tulisan kali ini akan mencoba untuk membedakan beda antara brand
identity dengan brand image.

ternyata kesalahan dalam membedakan brand identity dengan brand image
bukan cuma dialami oleh kita-kita semua sebagai pembaca ataupun
pemerhati pemasaran. bahkan para marketing decision maker
diperusahaan seringkali salah mengartikan kedua istilah tersebut yang
mengakibatkan mereka tidak bisa membedakan strategi mana yang harus
diambil jika terdapat gap antara kedua istilah tersebut.

pada dasarnya, setiap perusahaan yang meluncurkan suatu produk,
bahkan kita sendiri sebagai manusia menginginkan suatu identitas
tertentu dihadapan orang lain. identity seseorang dapat dilihat dari
caranya berpakaian, bertindak dan berperilaku. ketiga hal tersebut
akan menunjukkan karakteristik seperti apa orang tersebut.

hal yang sama juga terjadi pada sebuah produk, mulai dari tampilan
packaging-nya, jenis dan gaya tulisannya, labelnya dan juga bentuk
produk-nya yang "membungkusi" isi dari produk tersebut. berbagai hal
yang dilakukan terhadap produk tersebut seperti packaging, labeling
dsb merupakan wujud dari keinginan perusahaan agar suatu produk atau
merek memiliki suatu identity saat mereka memasuki suatu pasar.

identitas merek seperti itu ditujukan afar konsumen dapat menyadari
(aware), mengetahui (know), mengerti (understand), menyukai (prefer)
mengasosiasikan (associate) sebagai suatu merek yang unik sehingga
dengan adanya keunikan tersebut diharapkan konsumen akan membeli
merek yang bersangkutan.

tetapi tunggu dulu........ HOLD ON!!!!!!!!!!!!!

Penjelasan diatas baru merupakan apa yang diinginkan oleh perusahaan
sebagai produsen dari merek yang bersangkutan. ibaratnya itu kan
masih production-oriented atau production mind-set dimana perusahaan
lah yang akan menentukan seperti apa sebuah produk itu akan memiliki
identitas dibenak konsumennya.

kenyataannya, brand identity yang ingin ditampilkan oleh perusahaan
seringkali tidak diketahui, dimengerti dan diasosiasikan sesuai
dengan brand identity yang diinginkan oleh perusahaan. Celakanya
(bukan niru lirik Sheila On 7 lho...) bahkan banyak konsumen yang
tidak sadar (aware) dengan brand identity yang ingin ditampilkan oleh
perusahaan.

kalau sudah tidak aware, artinya proses keputusan pembelian konsumen
tidak sejalan dengan apa yang disimpulkan oleh perusahaan. contoh
yang paling gampang adalah produk televisi. beberapa waktu yang lalu
sering diiklankan TV dengan kelebihan bisa menyimpan identitas
pemilikinya seperti KTP sehingga aman dari pencurian, dengan
mengiklankan seperti itu, secara langsung perusahaan ingin agar
konsumen mengganggap kelebihan untuk menyimpan identitas pemiliknya
sebgai suatu perbedaan yang unik yang akan menjadi brand identity
merek yang bersangkutan.

tetapi kemudian muncullah pertanyaan, kalau kita melakukan survei
terhadap setiap konsumen yang membeli produk yang bersangkutan,
apakah memang benar bahwa konsumen tersebut membeli karena TV
tersebut bisa menyimpan identitas pemiliknya? saya yakin tidak banyak
dari mereka yang akan menjawab Ya.

sebagian besar atau mungkin semuanya membeli karena alasan lain
seperti harga lebih murah, desainnya lebih bagus, warna atau soundnya
lebih bagus dsb. kalau alasan seperti ini yang mendasari konsumen
membeli merek TV bersangkutan, maka sudah jelas ada perbedaan antara
brand identity yang ingin ditampilkan oleh perusahaan dengan brand
image yang ada dibenak konsumen.

perception gap antara brand identity dan brand image seperti ini bisa
saja menimbulkan masalah bagi perusahaan. Karena bila TV tersebut
laris manis, bisa saja perusahaan tsb berpikir bahwa TV-nya laku
karena feature baru yang ditampilkan, padahal kenyataannya bukan.
kalau perusahaan salah persepsi dan salah melakukan judgment terhadap
keberhasilan penjualan TV-nya, maka kedepannya perusahaan akan makin
tersesat dalam strategi pemasaran dan komunikasinya.

untuk menutup dan mengurangi perception gap antara brand image dan
brand identity bisa dilakukan dengan beberapa cara:
1. Jangan menjanjikan apa yang anda tidak mampu lakukan. Don't
promise what you can not deliver. dalam meluncurkan suatu produk
dengan brand identity nya, pikirkan lah terlebih dahulu apakah anda
benar-benar bisa melakukan seperti apa yang anda janjikan saat anda
melakukan brand identity promotion. kalau tidak mampu ya jangan
membuat brand identity yang muluk-muluk dan terkesan bombastis tapi
tidak mampu dipenuhi. Kotler menyebutnya sebagai overpositioning,
anda memposisikan brand identity dibenak konsumen secara berlebihan
melebihi apa yang mampu anda berikan.
2. Product-Marketing campaign synchronization. jangan berusaha untuk
memisahkan desain produk anda dengan strategi kampanye promosi yang
akan anda lakukan. kebanyakan kasus yang terjadi adalah promosi dan
periklanan tidak sejalan dengan produk yang ingin dijual ke konsumen.
adanya mislink dan mismatch seperti ini harus dihindari. kalau tidak
nanti akan terjadi mis-association terhadap merek anda. dari segi
tampilan konsumen akan mengasosiasikannya dengan identitas tertentu
tapi dari segi marketing campaign, konsumen punya identitas lain lagi
terhadap produk anda.
3. Integrated Marketing communication (IMC). ditengah perkembangan
teknologi informasi yang begitu pesat membuat perusahaan mempunyai
berbagai alternatif untuk mempromosikan dan mengiklankan produknya
mulai dari above the line, below the line, push and pull, olw-way and
new-way. berbagai alternatif seperti ini kalau tidak dikoordinasi dan
dintegrasikan dengan sinergis malah akan menjadi bumerang bagi
perusahaan. kalau saluran komunikasi yang ada tidak sinkron maka akan
menimbulkan confused positioning, kalau konsumen bingung, maka
yakinlah merek anda tidak akan masuk dalam brand choice.
4. don't underestimate your brand. ketiga langkah diatas mengajarkan
kita akan sebuah kehati-hatian dan kejelian dalam men-set brand
identity. tetapi kehati-hatian tersebut jangan pula membuat
perusahaan minder dan rendah diri terhadap mereknya serta mengganggap
remeh mereknya sendiri. yang penting adalah bukan melihat sejauh mana
produk anda dibandingkan pesaing yang bisa membuat anda optimis atau
pesimis, the most important strategy is being unique. anda harus
tampil beda sehingga tidak gampang dibandingkan dengan produk atau
merek lain. kalau terlalu rendah diri nanti malah terjadi under
positioning. kalau ini yang terjadi, maka secara tidak langsung
perusahaan tidak akan bisa menerapkan strategi yang fleksibel dalam
melakukan deal dengan konsumen karena konsumen sudah merasa bahwa
produk ini under positioning, jadi mereka punya bargaining position
yang lebih bagus.

Demikianlah tulisan saya kali ini mengenai brand identity vs brand
image

Ada yang punya pendapat lain?

2 Comments:

Blogger gustav said...

Jadi kesimpulannya apa ya "brand identity vs brand image"? Karena saya tidak menemukannya.

December 29, 2016  
Blogger Sri Wahyuningsih said...

Jadi kesimpulannya apa ya "brand identity vs brand image"? Karena saya tidak menemukannya. (2)

April 15, 2017  

Post a Comment

<< Home